Di Masjid Subulussalam Nyatnyono
Sebelum Berdoa, Peziarah Harus Bersuci
MASJID Subulussalam di Nyatnyono Ungaran Kabupaten Semarang merupakan sebuah bangunan karya Hasan Munadi, penyebar agama Islam di Jateng pada masa Walisanga. Masjid yang dikenal dengan nama Masjid Karomah Hasan Munadi tersebut bahkan dipercaya lebih tua daripada Masjid Agung Demak.
Dikisahkan H Ali Murtadho Kasabu, trah Hasan Munadi, sebelum mengerjakan masjid tersebut, Hasan Munadi didatangi Sunan Kalijaga. Saat itu dia diminta membantu pembangunan Masjid Agung Demak yang juga akan didirikan.
Hasan Munadi bersedia memenuhi permintaan Sunan Kalijaga dengan sebuah syarat. Hasan Munadi yang disebut-sebut sebagai keturunan Brawijaya V itu meminta Walisanga menyelesaikan masjid di lereng timur Gunung Ungaran dulu sebelum membangun Masjid Demak.
Kepada Sunan Kalijaga, dia meminta salah satu tiang penyangga yang akan digunakan untuk mendirikan Masjid Demak. Permintaan tersebut dikabulkan. Sunan Kalijaga mengantarkan salah satu tiang yang diminta ke Nyatnyono. Pada awal pembangunannya, masjid tua itu hanya didirikan dengan satu tiang. Namun, pada zaman Belanda, oleh Kyai Raden Purwo Hadi ditambah menjadi empat saka(tiang). Pada 1985 masjid tersebut direnovasi oleh masyarakat tanpa mengubah posisi atau jumlah tiangnya.
Hasan Munadi tercatat sebagai punggawa Kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Raden Fatah. Dengan pangkat tumenggung, dia dipercaya memimpin tentara Demak mengatasi segala bentuk kejahatan dan keangkuhan yang mengancam kejayaan Kerajaan Demak. Hasan Munadi kemudian memilih mensyiarkan Islam di daerah selatan kerajaan dan meninggal pada usia 130 tahun.
Daya Magis
Makam Hasan Munadi dapat dijumpai di atas Masjid Subulussalam. Hingga kini makam Hasan Munadi tak pernah sepi pengunjung. Hampir setiap hari, lebih-lebih menjelang Ramadan, tempat keramat itu tak pernah sepi didatangi peziarah yang melakukan ritual doa.
Seperti dituturkan H Ali Murtadho Kasabu, peziarah yang mengunjungi kompleks masjid itu tak hanya berasal dari Jateng, tapi banyak pula yang berasal dari Jabar dan Jatim.
Konon, jasad Hasan Munadi kali pertama dikebumikan di Ponorogo. Namun, oleh sang putra, Hasan Dipuro, dengan daya kewaliannya, jasad beserta tanah ayahnya dipindahkan ke Nyatnyono. Kini sebagian peziarah selain mengunjungi makam juga bertahlil di makam sang putra, Hasan Dipuro.
Sebelum berdoa, para peziarah biasanya melakukan ritual mandi (padusan) di Sendang Kalimah Toyyibah, tak jauh dari masjid. Air di sendang itu dipercaya dapat menyembuhkan segala penyakit. ''Namun harus dengan hati bersih dan yakin kepada Allah,'' jelas H Murtadho.
Puncak kedatangan para peziarah pada Ramadan ini akan terjadi pada malem selikuran (malam 21 Ramadan-Red). Tanggal tersebut kebetulan merupakan haul Hasan Munadi. ''Ribuan orang akan memadati tempat ini pada malem selikuran,'' kata Ahmad Sulhan, guru agama SDN 3 Nyatnyono.
Saat bertemu Suara Merdeka dia tengah mendampingi para muridnya membaca tahlil di makam tersebut. Menurut dia, hal itu rutin dilakukan setiap satu atau dua minggu sekali. Kegiatan tersebut dimaksudkan agar sejak dini mereka mengenal tokoh pejuang Islam itu. ''Tidak ada niat apa pun. Yang jelas hal itu untuk mendidik anak mendoakan pejuang Islam di daerahnya,'' ujar dia.
diposkan Suara Merdeka
makam itu selalu ramai para pengunjung dan juga menjadi berkah rizky bagi warga sekitar maka/sendang di nyatnyono,,,juga sebagai aset wisata religi di daerah ungaran,,
BalasHapus