Sabtu, 17 Mei 2014

Habib Lutfi : Pengertian Berzikir Sampai Gila


Tanya Jawab dengan Habib Lutfi

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Seorang guru tarekat memberi keterangan bahwa membaca zikir La ilaha illallah dalam sehari semalam tidak boleh lebih dari 12.000 kali. Kalau melebihi, bisa berakibat gila. Benarkah hal itu? Lalu bagaimana bila dikaitkan dengan Hadist,wPerbanyaklah zikir sampai kamu gila?" Demikian pertanyaan inl, atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Bambang, ada bacaan tertentu yang harus Anda perhatikan. Misalnya, bacaan kalimat La Ilaha illallah, bacaan Allah, Allah, kalimat yang mengandung Asma al-Husna, atau wirid yang mengandung ayat Al-Qur'an. Semua itu harus diperhatikan, karena mengandung asrar atau rahasia karena di dalamnya mengandung magnet yang tinggi, tergantung besar-kecilnya, sesuai pemberian Allah (Swt).

Hal itu tidak diketahui oleh semua ulama. Yang mengerti hanya sebagaian besar kalangan para wali. Saya ambilkan contoh yang mudah dipahami, misalnya obat-obatan. Dari tablet sampal kapsul, yang mengerti dosis-dosisnya adalah dokter. Bila si peminum obat mengalami overdosis, pasti akibatnya kurang baik. Kekuatan zikir lebih dari itu. Bila tubuh dan batinnya kurang kuat menerima asrar-nya, maka akan timbul perbuatan ganjil atau tidak pada tempatnya. Terkadang yang mengamalkan tidak merasa. Untuk itu perlu batasan dalam dosisnya.

Adapun terkait Hadist yang Anda tanyakan, yang dimaksud sampai gila adalah cinta yang luar biasa. Sebab, bila zikir dibaca dengan baik, ia mampu menumbuhkan cinta yang amat kuat kepada Allah, juga tumbuh rasa khawf (takut) bila imannya meluntur atau tipis, yang berakibat dirinya jauh dari Allah dan Rasul-Nya. Maka gandengan kalimat khawf adalah raja' (peng-harapan) yang penuh. Tiada yang bisa diharapkan terkecuali Allah, baik untuk bersandar, berteduh, berlindung maupun memohon. Yang ditakutkan adalah mati dalam keadaan su'ul khatimah (akhir kehidupan yang jelek), dan yang diharapkan yaitu mati dalam keadaan husnul khatimah (akhir kehidupan yang baik). Selain dan khawf, raja', ada juga haya', yang artinya malu kepada Allah. Dia malu bila berbuat maksiat, malu bila akhlaknya dan budi pekertinya tidak terpuji kepada Allah, Rasul-Nya, para sahabat, para wali, dan para ulama. Itulah yang terkandung dalam Hadist tersebut. Jadi bukan gila dalam pengertian penyakit dan bukan pula gila dalam pengertian meninggalkan syariat atau sunnah, akhlak dan adab Nabi (saw).

Orang yang gila (tergila-gila) atau gandrung kepada Allah jauh berbeda dibanding gila karena maksiat. Biasanya orang yang gandrung dengan pacarnya, akan berpakaian rapi, menggunakan parfum, berbuat apa saja untuk mendapat simpati dan cintanya. Padahal bila sudah tercapai, orang yang dicintai dan dinikaihnya itu, tidak bisa menjamin akan selamatdari api neraka, atau menjadi jaminan masuk surga-Tetapi, kalau kita gandrung dengan Yang Menciptakan surga, Pastilah kita akan didekatkan dengannya, masuk surga.

KH Abdul Hamid, Tegal


TERLAHIR dari keluarga santri, KH Abdul Hamid yang juga putra KH Muksin bin Kh Dzalka, pengasuh pondok pesantren Miftahul Mubtadi'in (Al Umri) Tegal Kubur Desa Yamansari Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal ini dikenal sebagai sosok sederhana yang agamis. Selain mengabdikan diri untuk syiar Islam di desanya, kesehariannya disibukan dengan kegiatan pengajian dan bertani.
Di Desa Pecabean Kecamatan Pangkah, perannya sebagai panutan masyarakat cukup kenal. Karena hampir setiap hari, ia mengisi pengajian kuliah subuh di mushala An-Nur, kemudian setiap Rabu sore mengisi pengajian ibu-ibu yang kebanyaan berasal dari warga sekitar, kemudian pada malam Jumat pengajian Yasin, Tahlil dan Manaqib dengan jamaah para bapak serta pemuda muslim.
Pada setiap pagi usai kuliah subuh, beliau mengajar baca tulis Alquran di Madrasah Diniyah Raudlatul Jannah, kemudian pada Shalat Jumat, menjadi imam besar masjid di desanya. Perannya semakin diakui warga karena tingkat keikhlasan dalam berbagai aktivitas. Tidak satupun pengajian yang diadakannya memungut biaya. Bahkan dalam setiap ada kegiatan pembangunan masjid atau mushala, beliau selalu berada di depan untuk memberikan sumbangan, baik berupa uang maupun materil lainnya.
Bangunan madrasah dengan empat ruang kelas dan satu ruang kantor yang ia bangun dan dibantu warga, beliau wakafkan untuk kepentingan masyarakat dan perjuangan agama Islam. Dia menyadari bahwa harta hanyalah titipan Allah SWT, yang mesti dipergunakan untuk ibadah dan untuk kepentingan perjuangan menyelamatkan umat dari tipu daya dunia.
KH Abdul Hamid juga memberikan dengan ikhlas tanah miliknya untuk dipakai sebagai ganti tukar guling tanah banda desa. Sebab di atas tanah banda desa telah berdiri bangunan Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Meski kemudian sekolah tersebut menjadi negeri, beliau mengikhlaskan tanahnya ditukar sebagai ganti tanah banda desa tersebut.